Pages

Showing posts with label Fruit picking. Show all posts
Showing posts with label Fruit picking. Show all posts

Friday, January 05, 2007

picture of cherry

This pictures were taken two years ago and this is not from my camera though. Hopefully this will satisfy Farah :).


Monday, January 01, 2007

cherry

At last, the job is finished. Now, I can update this blog as usual :).

The cherry farm is about 50 km from my house and we stayed at the accommodation provided there. Most of the time, we will do cherry picking. The job is a bit tough and used up a lot of stamina. We usually started picking around 6 am and finished around 5 pm and by night, we are completely exhausted. Furthermore, this job is piece-rate which means that we are paid by how many kilos of cherry we picked. On a good day, we can picked around 280 - 300 kilo and on a bad day, we can picked around 150 kg. Overall, the payment is good and worth all the energy we spend picking :).

Being far from home and living somewhere near the farm does certainly give you a different kind of environment. First, there is no internet and it explains my absence of blogging. At night, I used to see stars and moon and the scenery was lovely. If you lived in the city, this kind of scenery is a bit hard to see due to the brightness of neon light. It makes me closer to see the beautiful nature and remind me the Creator behind all of this beauty. Alhamdulillah.

This time of the year, there were bushfires around the region. The bushfire in Victoria is getting worse from one day to another day. Most of the days were hot and there is hardly any wind around. If there is wind, it will be quite windy and it will help spread the bushfire further. The farm we worked was surrounded by thick haze for more than a week and the situation is quite serious indeed.

See the picture before and after below.....


Obviously working in the thick haze condition is a new experience for me. Nevertheless, we endure all of this and continue to pick the fruits. Alhamdulillah, by the end of December, the condition is starting to get better. There are few times when the rain comes and help to reduce the haze a bit. Until today, the haze remain a big problem for Victoria, South Australia, NSW and Tasmania due to the dry weather. Let us hope this problem will resolves as soon as possible.

I think that is all I would like to write for :). Here is a picture of the farm from the shed/ factory.

Links to the my previous working experience B). Obviously, I wrote more last time.

Cobram I

Cobram II
Cobram III
Cobram IV
Cobram V
Cobram VI
From Cobram to....

Wandin East I
Wandin East II
Wandin East III
Wandin East IV
Wandin East V
Final

Saturday, November 25, 2006

cherry

Today, I started to work at a cherry farm. For a start, this is only a one-day job and depends on the fruits. Today's work is cherry thinning. We need to remove all the bad cherries (crack, irregular shape etc) and reduce the number of cherries in each branch. Thus, most of the time, we are removing a lot of cherry from the tree and not picking it either. It seems weird that we are paid to remove all those cherry when it seems so tasty.

With regard to the cherry working, I might not be able to update this blog as often as used to be (even now, I hardly update :)). So, please expect that. To those people who have holiday at this time of the year, please enjoy your holiday and have fun time with your family. You will never know when is the next time you are going to spend precious time with your loved ones...


Tuesday, February 01, 2005

Final note for Wandin & Cobram...

Setelah beberapa minggu bekerja di ladang ceri ini, pertama sebagai pemetik ceri dan keduanya sebagai 'cherry sorter'....akhirnya kesemua ceri di ladang itu habis. Tiada lagi ceri untuk dimakan ;) tiada lagi ceri untuk dipetik dan tiada lagi ceri untuk dibuang. Maka, berakhirlah kerja kami ini.

Mungkin ada yang tertanya-tanya....apakah yang aku dapat dari pekerjaan ini?

Sebenarnya....agak banyak juga aku telah pelajari dan fikirkan sepanjang perjalananku yang bermula di Cobram dan berakhir di Wandin East. Duit...Alhamdulillah, rasanya lebih dari cukup. Namun, sebenarnya duit bukanlah matlamatku bekerja selama ini. Ada matlamatlain yang ingin kucapai dan aku rasa matlamat itu telah pun tercapai.

Tafsiran kita terhadap sesuatu peristiwa, sejarah mahu pun penjelasan maksud tersirat terhadap natijah yang nampak kesemuanya bergantung kepada pegangan individu yang melakukan penafsiran itu dan menurut neraca yang digunakannya untuk mengukur (Human perception).

Jika aku melihat matlamat hidup ini adalah untuk mencari kekayaan dalam bentuk wang, maka aku akan mengatakan gaji yang aku perolehi ini masih lagi tidak mencukupi. Jika aku melihat matlamat hidup ini adalah untuk mengisi masa lapang, maka aku akan mengatakan bahawa masih banyak lagi masa lapangku yang tidak terisi. Jika matlamatku adalah untuk mencari ketenangan jiwa dan kedamaian hati, mungkin aku akan bermuhasabah kembali. Jika matlamatku adalah untuk mencari keredhaan Illahi, mungkin aku akan merenung kembali apa yang telah kulakukan selama ini.

Ada orang menganggap bahawa dengan memiliki sejumlah wang yang banyak, dia telah mencapai kebahagiaan. Ada orang beranggapan dengan menguasai perniagaan bernilai berbilion ringgit, kebahagiaan telah dia ketemui. Ada orang beranggapan dengan gelaran seorang Dr, Ir mahu pun Datuk, dia telah berjaya dalam hidupnya ini.

Sebenarnya, itu semua bergantung kepada neraca yang kita gunakan selama ini. Jika kita melihat hanya kepada dunia sebagai sumber kehidupan kita, maka kita akan menyatakan kita telah pun mencapai kebahagiaan tatkala mencapai apa yang diimpikan oleh sebahagian umat manusia. Jika kita melihat menggunakan neraca dunia dan akhirat, kita akan mengatakan apa yang kita capai di dunia tatkala ini hanyalah seumpama debu-debu di padang pasir yang luas. Tidak bernilai sekali jika dibandingkan apa yang mampu kita perolehi di akhirat.

Jika kita melihat menggunakan ruang lingkup yang sempit, maka kita akan berfikiran sempit juga dan mungkin tidak akan dapat melihat apa yang ada di luar. Tika aku bekerja...aku menyedari bahawa manusia ini seringkali gundah-gelana tatkala ujian datang menimpa. Kadangkala kita diserang kesusahan, kita mula memaki-hamun. Tiba ujian kesenangan, kita alpa untuk bersyukur.

Kalaulah kita melihat dunia ini seumpama sebuah tempat persinggahan sementara untuk kita berehat, maka kita tidak akan menghiasi tempat permusafiran kita dengan begitu indah sekali.

Dari Ibn Umar r.a., katanya : " Rasulullah SAW telah memegang bahuku dan bersabda : ' Anggaplah dirimu di dunia ini sebagai seorang perantau, atau pengembara. ' Maka Ibn Umar berkata : "Jika engkau berada di waktu petang, maka janganlah engkau menunggu pagi. Dan jika engkau berada di waktu pagi maka janganlah engkau menunggu petang. Gunakanlah waktu sihatmu sebelum datang waktu sakit. Dan gunakanlah waktu hidupmu sebelum datang waktu mati. " [Riwayat Bukhari]

Kembara aku di dunia ini hanyalah sementara sahaja. Apabila kembaraku di dunia ini berakhir dan aku menuju ke tempat akhirat yang abadi, segala-galanya yang kucapai di dunia ini akan kutinggalkan.

Setiap apa yang kita cintai akan musnah. Ibu bapa akan meninggal dunia, pasangan hidup akan mati, adik-beradik akan meninggalkan kita bersendirian, harta akan hilang...pendek kata, segala perasaan cinta kita akan menjadi kecewa dan pasrah. Malah di tempat akhirat yang kita bakal tiba nanti pun, belum tentu kita akan bertemu semula ahli keluarga yang hilang. Kita belum mampu mengetahui samada kita akan bertemu semula ibu bapa kita, pasangan hidup atau pun adik-beradik yang tersayang. Tatkala memikirkan hakikat ini, aku sering memikirkan kembali akan matlamat hidupku ini....

Cinta kepada manusia hanya sementara, cinta kepada Illahi kekal abadi. Selaku pengembara, aku harus meneruskan kembaraku tanpa henti. Jikalau aku singgah di mana-mana tempat sekali pun, itu adalah untuk mencari bekalan sepanjang pengembaraanku ini. Aku tidak sepatutnya membawa barang muatan yang berlebihan. Aku hanya memerlukan hanya sedikit sahaja barang keperluan.

Selaku seorang pengembara juga, aku perlu berada di jalan yang betul. Kalau aku berada di jalan yang salah, aku akan tersesat dan aku tidak akan sampai di destinasi terakhir. Untuk itu, aku memerlukan ilmu pengetahuan yang benar. Jika aku tidak tahu menggunakan bintang dan matahari sebagai penunjuk jalan, kembaraku akan punah sama sekali. Untuk mencari ilmu yang benar itu, aku perlu mencari teman yang bakal menunjukkan aku jalan yang betul. Mampukah aku untuk bertemu teman seperti itu?

Namun, sifat manusia itu pelupa. Seringkali kita terlupa kehidupan ini adalah kembara kita ke akhirat. Kita mungkin mengetahui destinasi terakhir kita adalah akhirat namun apa yang kita lakukan selama ini mencerminkan bahawa kita ingin menginap selama-lamanya di tempat persinggahan ini. Kita seolah-olahnya tidak mahu menuju ke destinasi terakhir dan tidak mahu meninggalkan dunia yang fana.


وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلا تَعْقِلُونَ

Seharusnya cinta aku yang paling tertinggi ialah kepada Illahi. Aku sering mengharapkan petunjuk dari-Nya namun aku sering terpesong dari jalan yang nan satu. Aku mengharapkan untuk bertemu dengan-Nya namun keadaanku tika ini...sesungguhnya layakkah aku untuk bertemu dengan-Mu? Kealpaan, dosa, keangkuhan....sifat itu harus aku campakkan sejauh-jauhnya namun kadang-kala ia datang kembali.

Mampukah aku untuk meneruskan kembaraku ini? Mampukah aku untuk bertemu dengan Tuhan Penguasa sekelian alam nanti....

Kian lama terpenjara
Mencari makna cinta
Dalam ungkap kata bersulam dusta

Bila gerbang rahmat terbuka
Menjelma cinta suci
Sehalus dan selembut sutera kasih

Terbentanglah tersingkap kebenaran

Terlerailah terbenam kepalsuan
Tuhan pada-Mu ada kedamaian
Diribaan-Mu kebahagiaan

Tiada lagi rasa kesangsian di hati
Cinta Mu cinta tulus suci murni
Kasih-Mu nan abadi

Bertautlah bercambahlah cinta
Mengharum dalam jiwa
Menemukan kerinduan syahdu
Pada yang Maha Esa

Sutera kasih membelai
Membalut kelukaan itu
Sutera kasih melambai

Mengisi kekosongan pengharapan
Rela pasrahkan kehidupan
Mengharungi cabaran
Rintangan perjalanan di hadapan

Doa dan titis air mata
Mendamba sutera kasih
Agar terus bersemi selamanya

Saturday, January 29, 2005

Wandin East V

Ethiopian

Jika di Cobram, kami bertemu dengan 'pakcik tayar' dan pakcik yang ketawa tidak berhenti-henti, di ladang ini kami berjumpa lagi dengan manusia yang pelik. Kami menginap di bawah pokok oak dan di situ juga tinggal sekumpulan orang Ethiopia yang turut juga memetik ceri.

Pada mulanya aku ingat mereka adalah Muslim kerana mereka boleh bertutur dalam bahasa Arab dan daripada sirah pun, Ethiopia (Habsyah) sudah lama terdedah dengan ajaran islam, namun aku silap. Mereka sebenarnya adalah penganut agama Kristian dan mereka menjelaskan bahawa Islam dan Kristian merupakan dua agama terbesar di Ethiopia.

Ada 4 orang Ethiopia kesemuanya dan mereka berusia sekitar 40an. Oleh kerana kami menginap di tempat yang sama, iaitu di bawah pokok oak yang berusia 150 tahun, kami berkongsi bilik air dan dapur. Kebiasaannya, kami akan menggunakan kedua-dua kemudahan itu pada waktu yang berlainan.

Kami selalu bekerja di barisan pokok yang sama dengan orang Ethiopia ini. Namun, keheningan yang dicari punah bila sahaja kami berada berhampiran dengan orang Ethiopia ini. Kami tidak dapat menumpukan sepenuh perhatian dalam memetik ceri ini disebabkan orang Ehiopia ini.

Bayangkanlah, mereka memetik ceri sambil bercakap. Kalau bercakap sekali-kala, bolehlah kami maafkan. Namun mereka bercakap sesama sendiri dengan suara yang kuat dan yang paling menakjubkan, mereka mampu bercakap sepanjang hari tanpa henti. Bayangkanlah kalau ada seorang Ethiopia di hujung barisan dan seorang lagi berada di hujung yang satu lagi, kira-kira 50 meter, mereka sanggup bercakap walaupun mereka terpaksa menjerit-jerit dengan kuat. Kami kebiasaannya akan berada di tengah-tengah mereka. Dua orang Ethiopia di satu hujung dan dua lagi di hujung yang lain. Memetik ceri di tengah-tengah lantunan suara orang Ethiopia bukanlah satu pengalaman yang manis untuk dicatatkan. Dan perkara ini berterusan sepanjang hari.

Sudahlah percakapan mereka kami tidak faham, malah ada di antara mereka boleh menyanyikan lagu tatkala bekerja. Nyanyiannya bergema di seluruh ladang. Pendek kata, kalau ada orang di hujung ladang yang lain, dia mampu mendengar nyanyian orang Ethiopia ini. Dan kadangkala percakapan mereka diselangi dengan ketawa bersilih ganti. Kami tidak tahu apa yang mereka ketawakan ini. Mampukah anda bekerja dengan situasi seperti ini? Kami tidak mampu malah kadangkala mahu sahaja nak memarahi mereka....tapi mujurlah mereka itu orang tua, kita kan kena hormat orang tua.

Dan kekuatan percakapan mereka tidak berhenti di ladang sahaja. Percakapan yang diselangseli dengan ketawa ini berterusan sampai di tempat kediaman. Malah percakapan ini hanya berhenti tatkala mereka tidur sahaja. Hanya di alam mimpi sahaja percakapan orang Ethiopia ini tidak menembusi. Hanya di alam mimpi sahaja kami dapat bertemu dengan ketenangan setelah membanting tulang empat kerat di ladang sepanjang hari.

Llama

Llama yang kami jumpa di ladang berhampiran.

bersambung...

Thursday, January 27, 2005

Wandin East IV

Jika dahulu di Cobram tatkala memetik strawberi dan ceri, kami diserangi oleh lalat yang bertali arus sehingga hampir-hampir mematahkan semangat juang kami....di Wandin East ini, hampir-hampir seekor lalat pun tidak aku dapat jumpai.

Ladang di Wandin East ini berada di atas puncak bukit yang tinggi dan dari sini, aku mampu melihat keseluruhan Yarra Valley. Teori aku untuk menjelaskan misteri 'lalat yang hilang' ini ialah mungkin lalat ini keletihan terbang mendaki bukit yang tinggi ini. Untuk terbang dari kaki bukit hingga ke puncaknya memerlukan tenaga yang banyak dan aku pasti lalat ini membuat keputusan untuk menetap di kawasan bawah bukit sahaja. Satu lagi bukti untuk menguatkan hujahku ini ialah di Cobram, tanahnya landai dan rendah. Maka atas sebab itulah, Cobram menjadi ibupejabat dan tempat pembiakan lalat yang kemudiannya menyerang manusia yang menceroboh kawasan kediaman mereka :D

Tanpa adanya serangan dari musuh bernama lalat, kerja kami memetik ceri bertambah senang dan kami tidak lagi berasa rimas.

Cuaca di Cobram dan Wandin East hampir sama iaitu seringkali hujan walaupun sekarang adalah musim panas. Hanya beberapa kali sahaja sinar mentari sempat memanaskan tanah. Ada suatu hari itu, kami pergi memetik ceri di waktu pagi. Waktu itu pukul 6 pagi dan suhu amatlah sejuk. Kabus tebal masih menutupi tanah dan gunung yang tinggi masih lagi bersembunyi di sebalik awan kelabu yang dingin. Seperti kebiasaannya, kami pun memanjat tangga lalu memetik ceri. Setelah beberapa ketika memetik ceri, jemariku kebas dan berwarna merah dipenuhi sel-sel darah merah. Jari-jemariku terasa seperti kena 'frostbite' dan aku terpaksa memetik ceri dengan amat perlahan sambil diselaputi rasa kepedihan di jari. Bayangkanlah jari yang kebas dipaksa untuk bekerja memetik ceri di awal pagi. Keadaan seperti ini sebenarnya hampir setiap hari berlaku memandangkan cuaca ketika itu agak sejuk daripada kebiasaannya. Jari-jemariku akan hanya hilang sifat 'frostbite'nya sekitar pukul 8 pagi tatkala matahari sudah agak tinggi sedikit di ufuk langit.

Cherry Packing

Menjelang waktu Krismas dan Tahun Baru, syarikat ladang itu menghadapi kekurangan pekerja kerana ramai yang bercuti. Maka, kami yang tinggal di ladang ini pun dipanggil untuk bekerja menggantikan pekerja yang pulang awa. Gaji 'cherry packing' ini dibayar mengikut jam. Sejam kami dibayar $15.07 dollar. Nilai $15.07 ini bukan ditetapkan oleh tuan punya ladang ini namun ia ditetapkan oleh kerajaan Australia dan tuan ladang tidak dapat memahami akan sebab diletakkan $0.07 dalam gaji kami ini. Aku pun pelik akan kepentingan $0.07 sen ini.

Pada mulanya, kami akan hanya dipanggil untuk bekerja 'cherry packing' ini setelah kami selesai memetik ceri. Bayangkanlah dari pukul 6 pagi hingga 5 petang, kami memetik ceri dan dari pukul 5.30 petang hinggalah buah ceri habis, kami bekerja sebagai 'cherry packer'. Kadangkala kami bekerja sehingga pukul 10.30 malam. Agak letih juga bekerja namun memandangkan hasilnya lumayan, kami menggagahkan diri untuk meneruskan kedua-dua kerja ini.

Walaupun nama kerja ini 'cherry packing', namun kerja yang kami buat bukanlah membungkus ceri ke dalam kotak. Kami diberikan kerja untuk memilih ceri yang buruk dan membuangnya sebelum ia dibungkus. Maknanya, kerja kami ini layak dipanggil 'cherry sorter'. Pada hari pertama aku bekerja, aku dapat melihat kesemua yang bekerja di situ adalah Caucasian. Timbul rasa syak-wasangkaku tuan ladang ini bersikap perkauman. Hanya kami sahaja yang bukan Caucasian bekerja sebagai 'cherry picker'. Namun lama-kelamaan, aku memahami sebab ia terjadi sedemikian. Sebenarnya, Caucasian ini agak pemalas dan lebih suka bekerja yang senang dan lumayan. Jika dibandingkan di antara memetik ceri dan 'cherry sorter', cherry sorter lebih senang.

Pertama, cherry sorter bekerja di dalam kilang dan terlindung dari suhu panas dan dari hujan beku. Mereka juga tidak perlu bersusah payah mengangkut tangga sepertimana kami yang memetik ceri ini. Mereka mula bekerja dari pukul 8 pagi hingga 5 petang kebiasaannya.

Pekerjaan ini juga tidaklah seletih memetik ceri dan gajinya adalah tetap. Secara puratanya, gaji sehari mereka ialah 120 dollar dan selepas cukai, gajinya adalah 100 dollar. Kalau mereka bekerja sebulan, gaji mereka mampu mencecah 3600 dollar dan selepas cukai ialah 3000 dollar. Siapakah yang tidak tertarik apabila melihatkan angka-angka sperti ini? Dibandingkan dengan pekerjaan memetik ceri, gajinya tidak tetap dan ia bergantung kepada hasil kutipan. Adakalanya ia tinggi dan adakalanya ia rendah. Pendek kata, kalau pemetik ceri ini berpengalaman dan sanggup bersusah payah, gajinya dalam sebulan mampu mengatasi gaji sebulan 'cherry sorter'.

Tapi sebenarnya kerja sebagai 'cherry sorter' ini ada keburukannya. Kami harus berdiri di sebelah mesin panjang yang berisikan ceri-ceri yang dipetik dan mata kami harus cekap dalam memilih ceri yang tidak elok. Mata dan tangan haruslah pantas dalam memilih dan membuang ceri itu kerana mesin itu bergerak laju. Andainya kami cuai, kami akan dimarahi oleh tuan ladang. Kalau kami membuang terlalu banyak ceri yang baik, kami juga akan dimarahi. Maknanya, kami harus serius dalam melakukan pekerjaan ini.

Waktu kerja juga tetap. Kami berdiri di sebelah mesin yang laju dari pukul 8 pagi hingga 10 pagi, kemudian rehat 15 minit dan seterusnya bekerja sehingga pukul 12 tengah hari. Seterusnya, kami bekerja dari pukul 12.45 tengah hari hingga 3 petang, rehat 15 minit dan bekerja sehinggalah tiada buah ceri untuk dipilih.

Pada hari pertama aku bekerja sebagai 'cherry sorter', aku berasa pening melihatkan ceri-ceri yang bergerak laju di atas mesin. Kami juga kurang mengetahui jenis ceri yang harus dibuang. Ada dua kategori ceri yang kami harus pilih. Pertama, buah ceri yang rosak sedikit (second class) dan ini diletakkan di dalam kotak berasingan dari ceri yang tiada rosak(first class).

Rupa-rupanya, buah ceri ini agak mahal juga harganya di pasaran. Bayangkanlah buah ceri 'third class' yang dijual di pasaraya pun harganya sekitar 13 dollar sekilo, tak tahulah harga untuk ceri 'first class'. Memang kaya betul sesiapa yang mempunyai ladang ceri ini.

bersambung...

Tuesday, January 25, 2005

Wandin East III

Pada keesokan harinya, tatkala aku bangun untuk mengerjakan solat subuh....aku diselimuti dengan angin sejuk beku. Seolah-olah pagi itu seakan-akan di musim sejuk. Kami semua menggigil kesejukan tatkala mengambil wudhu'. Mungkin ladang ini sejuk kerana ia berada di puncak bukit yang tinggi.

Setelah kami bersolat subuh dalam keadaan yang dingin ini, salah seorang daripada kami pergi ke dapur untuk memasak. Aku melihat gunung-ganang yang menghiasi pemandangan dari tempat aku berada ini. Aku dapat lihat kabus tebal menutupi gunung-ganang itu. Bintang-bintang masih berkelipan dan sang mentari hampir menjelma.

Tidak beberapa lama kemudian, matahari mula bangun dari tempat peraduannya. Pada mulanya, aku lihat garisan nipis berwarna merah keperangan kemudian ia bertukar menjadi warna oren dan akhirnya kekuningan. Bintang-bintang yang menghiasi langit tanpa kusedari mula lenyap satu persatu. Sungguh indah pemandangan yang kulihat ini. Jarang aku dapat lihat matahari terbit di sebalik banjaran gunung. Mungkin kehidupan di hiruk-pikuk bandaraya di celah-celah bangunan tinggi mencecah langit telah menghalang aku dari melihat kecantikan alam ciptaan Tuhan sekelian alam.


Subhanallah! Segala puji kepada Allah yang telah menciptakan alam sebagai tanda peringatan kepada manusia yang sering alpa.

Firman Allah Subhanahu Wa Taala dalam Ar-Rahman:


فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

"Maka yang mana satu di antara nikmat-nikmat Tuhan kamu, yang kamu ingin dustakan"

Firman Allah lagi dalam An-Nur yang kita pernah hafal dahulu:


اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لا شَرْقِيَّةٍ وَلا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

"Allah yang menerangi langit dan bumi. Bandingan nur hidayah petunjuk Allah adalah sebagai sebuah 'misykaat' yang berisi sebuah lampu; lampu itu dalam geluk kaca(qandil), geluk kaca itu pula laksana bintang yang bersinar cemerlang; lampu itu dinyalakan dengan minyak dari pokok yang banyak manfaatnya; (iaitu) pokok zaitun yang bukan sahaja disinari matahari semasa naiknya dan bukan sahaja pada masa turunnya (tetapi ia sentiasa terdedah kepada matahari); hampir-hampir minyaknya itu -dengan sendirinya- memancarkan cahaya bersinar (kerana jernihnya) walaupun ia tidak disentuh api; (sinaran nur hidayah yang demikian bandingannya adalah sinaran yang berganda-ganda): cahaya berlapis cahaya. Allah memimpin sesiapa yang dikehendakinya kepada nur hidayah-Nya itu; dan Allah mengemukakan berbagai-bagai misal perbandingan untuk umat manusia; dan Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu"

Ibarat sinar suria yang menerangi alam pada waktu siang dan cahaya bulan yang menjadi panduan perjalanan di tengah malam, kini tidak ramai umat manusia yang menghargai nikmat ini. Kalau sesat pada siang hari, mereka ada peta, kompas dan GPRS dan kalau sesat pada malam hari pula, selain daripada bantuan teknologi itu....mereka boleh gunakan telefon.

Kenapa yer aku bercakap akan perihal ini? Kerna pada masa aku bekerja di ladang ini, barulah aku menghargai setiap nikmat yang tiada ada pada aku waktu itu. Aku mula menghargai nikmat elektrik, internet, air yang bersih, rumah, katil yang selesa.......dan aku juga mula mempelajari menggunakan matahari, bulan dan bintang sebagai petunjuk waktu.

Manusia hanya menghargai sesuatu apabila ia hilang dari genggamannya. Tatkala itulah dia tersedar dan mungkin menyesal kerana tidak mempergunakan ia sebaik-baiknya. Itulah juga yang akan kita alami apabila kita melangkah masuk ke dalam alam baqa nanti.

Firman Allah:


إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا

"Sesungguhnya Kami memberi amaran kepada kamu mengenai azab yang dekat, - iaitu pada hari seorang melihat apa yang diusahakannya; dan orang kafir akan berkata 'Alangkah baiknya kalau aku menjadi tanah (supaya aku tidak dibangkitkan untuk dihitung amalku dan menerima balasan)" (An-Naba: 40)

Tatkala di Cobram, kami tidak membawa kalendar solat mahu pun kompas untuk mencari arah kiblat. Maka, kami mempelajari sedikit ilmu falak dalam menentukan arah kiblat dan waktu solat. Untuk waktu subuh, sedikit garisan halus sinar mentari menandakan masuknya waktu subuh dan terbit matahari menentukan syuruk. Apabila bayang suatu benda lebih panjang sedikit daripada panjang asalnya, itu menunjukkan tergelincirnya matahari dan menandakan waktu zuhur. Apabila bayang suatu benda itu dua kali lebih panjang dari panjang asalnya, ia menandakan waktu asar. Untuk maghrib pula, kami perlu menunggu sehingga matahari terbenam dan untuk isyak pula kami perlu menunggu sehingga tiada sinar mentari yang kelihatan di ufuk langit.

Untuk menentukan arah kiblat pula, kami perlu mencari tiga bintang yang tersusun dalam satu baris dan sebenarnya bintang-bintang itu sebahagian daripada buruj yang aku lupa akan namanya. Aku cuba mencari 4 bintang yang terdapat pada bendera Australia yang dikatakan hanya dapat dilihat dari benua Australia sahaja namun aku gagal. Terlalu banyak bintang-bintang bertaburan di angkasa raya dan pernah sekali aku melihat lintasan komet melintasi khemah kediaman aku.

bersambung...

Monday, January 24, 2005

Wandin East II

Cherry III

Akhirnya, aku kembali semula mengutip ceri. Jika dahulu aku bekerja separuh hari, ladang ini pula memberikan peluang yang lebih luas kepadaku. Aku boleh bekerja dari pukul 6 pagi hingga pukul 5 petang. Ini bermakna kutipan ceriku akan lebih banyak dan gajiku juga akan berlipat kali ganda. Pekerjaan mengutip ceri ini sebenarnya adalah sangat lumayan, malah mampu mengatasi gaji guru pakar dan juga mengatasi gaji doktor di Malaysia.

Kami di sini dibayar mengikut 'piece-rate' dan setiap tray dibayar $7.50 di mana setiap tray seberat 9.5 kg. Kutipan maksimum kami mampu kutip dalam sehari ialah ** tray namun itu tidaklah seberapa kalau dibandingkan dengan pekerja yang berpengalaman. Di ladang ini, kami berjumpa seorang pakcik bangsa Vietnam yang berhijrah ke Australia dan telah berpengalaman luas dalam mengutip ceri. Seringkali kami berlumba-lumba untuk mengatasi kutipannya namun tidak pernah walau pun sekali kami mampu mengatasinya. Kutipan tertinggi pakcik itu ialah 45 tray dalan sehari dan secara puratanya dia mampu mengutip sekitar 28-30 tray sehari. Cubalah anggarkan gajinya pula...tidakkah mengutip ceri ini lumayan?

Namun, itu adalah gambaran kasar pengutip ceri yang berpengalaman. Kami pula mengutip dengan jumlah yang lebih rendah lagi lantaran pengalaman masih belum kami kuasai lagi. Ada kalanya kutipan kami tinggi dan ada kalanya kutipan kami hanya sedikit. Pendek kata, sebagaimana iman yang kerap turun naik, begitulah juga kutipan ceri kami :)

sekitar ladang di Yarra Valley.

Barisan pokok ceri yang tersusun rapi menunggu untuk dipetik

Buah ceri yang merah ranum... Sedap dan lazat...

Ceri yang bersembunyi di sebalik dedaunan hijau

Pokok oak berlatarbelakangkan Yarra Valley.

sungguh banyak buah ceri pada pokok ini...

Walaupun begitu, janganlah menyangka pekerjaan ini mudah. Di ladang ini, terdapat pelbagai jenis pokok ceri yang berlainan jenis dan berbeda ketinggiannya. Ada yang sangat tinggi dan ada yang rendah.

Kebiasaannya kami memanjat tangga untuk memetik ceri di hujung pokok. Tangga yang disediakan pula ada berbagai-bagai jenis mengikut ketinggiannya. Tangga terpendek ialah 5 kaki dan tangga tertinggi ialah 11 kaki yang amatlah berat untuk diangkat. Dari satu pokok ke satu pokok yang lain, kami perlu mengalihkan tangga ini dengan cepat supaya lebih banyak ceri dapat dikutip.

Pokok ceri ini pula kalau tinggi, amatlah tinggi sangat. Malah untuk memetik ceri di puncak pokok, aku perlu memanjat tangga hingga ke hujung namun begitu aku masih tak boleh mencapainya. Kadangkala, aku terpaksa berdiri di hujung tangga yang tinggi hanya untuk mencapai ceri yang tinggi itu. Aku terpaksa berhati-hati dalam mengimbangkan tangga dan badan supaya tidak jatuh. Kalau jatuh....

Perihal jatuh, ada sekali itu, aku ingin mencapai ceri di dahan yang tinggi. Ketika itu, aku berada di hujung tangga yang tinggi dan ceri itu pula berada tidak jauh dariku. Aku membongkokkan badan ke hadapan dan tangga mula bergoyang. Hanya sedikit lagi tanganku mampu mencapainya. Aku membongkok ke hadapan lagi. Tangga pun mula tidak stabil.

Tanpa kusedari, aku jatuh dari hujung tangga yang tinggi dan dalam masa tak sampai 2 saat itu, habis kesemua ceri yang kupetik jatuh bertaburan ke atas tanah. Aku jatuh ke atas tanah yang lembut dan sempat kutahankan telapak tanganku di atas tanah. Aku jatuh terbaring di atas tanah setelah merempuh dahan-dahan kecil dan besar dari atas pokok. Banyak dahan patah ketika itu.

Aku bangun semula dan melihat ke arah tangga. Tangga itu berada betul-betul di atas kepalaku namun ia tersangkut pada satu dahan besar. Kalau dahan itu tiada, pasti kepalaku lebam. Biarpun begitu, aku tidak serik. Aku meneruskan pekerjaanku dan menggunakan tangga yang lebih tinggi lagi. Biar jatuh tangga sekali pun, semangatku tidak akan sekali-kali luntur.

Ibarat kehidupan di dunia yang fana ini, kita selaku manusia yang lemah pasti akan diuji dan diazab. Adakalanya kita menyangka apa yang kita alami adalah ujian walhal ia adalah azab dan begitu juga sebaliknya. Contohnya Firaun tidak pernah jatuh sakit walau sekali dan itu menyebabkan dia berfikir bahawa dia adalah Tuhan sedangkan Allah menjadikan perkara sedemikian untuk menyesatkannya lagi.

Apakah cara untuk kita mengetahui samada setiap perkara ini adalah azab atau ujian? Bermuhasabahlah selalu, moga-moga kita diberikan hidayah yang tulus murni.

Firman Allah:

فَأَمَّا الإنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ

"Oleh yang demikian, maka kebanyakan manusia apabila diuji oleh Tuhannya dengan dimuliakan dan dimewahkan hidupnya, (ia tidak mahu bersyukur tetapi terus bersikap takbur) serta berkata dengan sombongnya: 'Tuhanku telah memuliakanku!" (Al-Fajr: 15)


وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

"Dan sebaliknya apabila dia diuji oleh Tuhannya, dengan disempitkan rezekinya, (ia tidak bersabar bahkan dia resah gelisah) serta merepek dengan katanya: "Tuhanku telah menghinakan daku," (Al-Fajr: 16)

Apabila kita diberikan kesenangan, kita bersyukur dan apabila ditimpa kesusahan, kita bersabar dan redha.

Ramai orang menyangka apabila dia ditimpa kesusahan yang bertimpa-timpa dan kelihatan seakan-akan tiada jalan penyelesaian, Tuhan telah menyisihnya dan tidak menolongnya. Padahal, apakah nilai kehidupan di dunia ini jika dibandingkan dengan dunia akhirat yang kekal abadi? Setiap ujian adalah untuk membersihkan iman kita dari sikap munafik dan kadangkala kita tewas dan kadangkala kita berjaya. Itulah hakikat kehidupan sebagai seorang insan.

Firman Allah lagi:


أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ

"Patutkah manusia menyangka bahawa mereka akan dibiarkan dengan hanya berkata: 'kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji?"(Al-Ankabut:2)


وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

"Dan demi sesungguhnya! Kami telah menguji orang-orang yang terdahulu daripada mereka, maka nyata apa yang diketahui Allah tentang orang yang sebenar-benarnya beriman, dan nyata pula apa yang diketahui-Nya tentang orang-orang yang berdusta" (Al-Ankabut: 3)

bersambung...

Saturday, January 22, 2005

Wandin East I

sambungan pengembaraanku bekerja....

Setelah beberapa hari berehat di Melbourne, kami bekerja semula namun kali ini kami hanya berempat sahaja. Kali ini, kami memilih untuk bekerja di tempat yang lebih dekat dengan Melbourne. Maka, kami pun berangkat ke Wandin East yang terletak kira-kira 50 km dari Melbourne. Kali ini, kami bakal bekerja sebagai pemetik buah ceri (cherry picker).

Awan mendung di Cobram

Koala yang kami jumpai di Cobram.

Setibanya kami di sana, aku berasa terpaku melihatkan suasana yang menyelubungi ladang itu. Ladang ini berada di atas bukit dan dari bukit ini dapat kulihat banjaran gunung berselimutkan kabus menghiasi ufuk langit.

sebahagian daripada Yarra Valley

Di tengah-tengah ladang ini, terpacak sebuah pokok oak yang amat besar. Ia berusia 150 tahun dan kami menginap di bawah naungannya. Cukup redup dan sejuk bila aku berada di bawah naungan pokok oak ini. Di sekeliling pokok oak ini, tersebar luas pokok-pokok ceri. Setiap pokok yang kulihat mempunyai buah-buah ceri yang merah ranum dan banyak.

Pokok oak yang berusia 150 tahun

Kami melihat-lihat ke sekeliling ladang dan ladang ini secara keseluruhannya lebih kecil daripada ladang ceri di Cobram dan pokok-pokok ceri tidak dijaga dengan rapi namun masih mempunyai buah-buah yang banyak di atas pokok. Kami anggarkan ladang ini seluas 30 hektar sahaja. Kami jangkakan pada kali ini, kami mampu bekerja dengan lebih lama lagi kerana pada pandangan pertama, kami mempunyai harapan yang lebih cerah dan baik di ladang ini

bersambung...

Sunday, January 16, 2005

From Cobram to ...

Setelah beberapa hari bekerja di ladang ceri ini, kami memutuskan untuk berhenti kerja di atas beberapa alasan. Pertama, gaji yang kami dapat dari memetik strawberi dan ceri amatlah tidak berbaloi dengan kesusahan yang kami alami. Kedua, kami hanya bekerja separuh hari sahaja di mana kami mengharapkan agar dapat bekerja sehingga pukul 5-6 petang. Biar letih, asalkan dapat mengisi masa dengan bekerja. Itulah matlamatku yang utama.

Ketiga, seorang rakan kami akan pulang ke Malaysia 'for good' dan kami perlu balik semula ke Melbourne untuk dia menyelesaikan beberapa perkara sebelum dia pulang. Di sini, aku ingin merakamkan setinggi-tinggi ucapan tahniah terhadap rakanku yang bakal bergelar bapa tidak lama lagi. Beliau banyak membantu dalam mencarikan kerja buat kami dan beliau telah banyak memberikan aku contoh yang terbaik dalam melaksanakan setiap perkara. Beliau juga telah banyak berusaha untuk menggerakkan suatu pergerakan memperjuangkan islam yang kini ditindas dan diperlekehkan.

Maka, dengan itu, kami pun pulang semua ke Melbourne. Dalam perjalanan pulang, aku sempat melayangkan pandangan terakhir ke bandar Cobram yang kecil yang bakal kutinggalkan ini. Aku dapat melihat awan mendung yang berarak dan kelihatan sinar mentari memancar menembusi awan nan tebal. Ah! Begitu indah pemandangan yang kulihat ini! Subhanallah! Hanya Allah sahajalah yang berhak ke atas segala-galanya. Aku dapat melihat hingga ke hujung ufuk langit. Aku dapat melihat biasan pelangi besar yang membumbungi perjalanan kami. Dari warna ungu hingga ke merah pekat, pelangi itu seakan-akan bercantum dari satu hujung dunia ke satu hujung dunia yang lain.

Titisan-titisan hujan lembut membasahi kereta kami bagaikan meratapi perpisahan kami dengan Cobram. Air hujan kecil mengalir membasahi tingkap di hadapanku. Dari atas, ia bercantum dengan titisan-titisan air yang lain lalu laju turun ke bahagian bawah tingkap. Merenung jauh menembusi tingkap, aku melihat bukit-bukau nan biru gelap membatasi ufuk langit. Bukit-bukau itu hampir-hampir tidak kelihatan kerna mereka diselaputi kabus kelabu yang tipis. Hujan gerimis membasahi bukit-bukau yang kering itu.

Kulayangkan pandangan ke arah lain. Awan gelap mula bertukar warna. Dari hitam gelap, perlahan-lahan ia bertukar menjadi kelabu berselimutkan putih salju. Kelabu putih itu kemudiannya bertukar kepada kuning mentari yang cerah lantaran disirami oleh biasan cahaya mentari terang. Di hujung segerombolan awan yang besar itu, sinar suria kekuningan bersalutkan merah cerah berupakan bilah pedang yang tajam lagi halus merobek awan selapis demi selapis lalu menapakkan diri ke atas tanah lapang yang terbentang luas di hadapanku.

Tanah yang maha luas ini ada yang ditanami dengan buah-buahan seperti 'peach', ceri, epal dan anggur dan ada tanah yang hanya terbentang kosong. Kekosongan yang menutupi tanah-tanah itu mengingatkan aku kembali akan suatu analogi kehidupan seorang insan di alam buana ini. Dunia yang fana ini seumpama sebuah ladang yang luas untuk kita bercucuk tanam di mana kita akan mengutip hasilnya di alam akhirat nanti. Jika kita menanam pokok-pokok yang tidak elok, maka buruklah hasil yang bakal kita pungut nanti dan andainya kita menanam pokok-pokok yang baik, maka insya-Allah baiklah hasil yang dapat kita pungut nanti.

Teringat aku lagi akan hadis Nabi....
Daripada Abu Musa, Rasulullah SAW telah berkata: "Perumpamaan hidayah dan ilmu yang telah Allah utuskan aku bersamanya adalah umpama air hujan yang melimpah-limpah membasahi bumi, di mana sebahagiannya menyimbah tanah subur yang menyerap air lalu ia menumbuhkan rumput-rumput serta tanam-tanaman yang banyak, dan sebahagiannya menimpa tanah keras yang dapat menakung air, maka Allah memanfaatkannya kepada manusia, maka mereka dapat meminum airnya dan memanfaatkannya untuk bercucuk tanam, dan sebahagiannya menimpa tanah lain yang licin serta tidak subur yang tidak dapat menahan dan menakung air serta tidak dapat menumbuhkan rumput serta tanam-tanaman, itu adalah perumpamaan mereka yang mempelajari ilmu agama dan memanfaatkan ilmu serta hidayah yang telah diutuskan aku bersamanya maka ia mempelajarinya dan mengajarkannya dan perumpamaan mereka yang langsung tidak mahu mengangkat kepala mereka untuknya dan tidak mahu menerima hidayah yang telah Allah utuskan aku bersamanya."
Riwayat Bukhari, Hadis no 79

Ilmu itu diibaratkan air. Andainya air diisi ke dalam sebuah bekas, air itu akan mengikuti bentuk bekas tersebut. Ilmu yang bersifatkan air ini menjelaskan bahawa ilmu itu sendiri bersifat fleksibel dan boleh berubah mengikut persekitaran namun masih boleh mengekalkan kemandiriannya. Orang yang berilmu mampu menyesuaikan ilmu yang dimilikinya mengikut keadaan dan tidak akan jumud dengan apa yang ada padanya.

Jika seseorang itu berilmu namun tidak fleksibel, ilmu yang dimilikinya seumpama ais pejal yang ketumpatannya lebih rendah dari air biasa. Orang berilmu yang tidak fleksibel (kebiasaannya kerana ilmunya belum sempurna) akan mempunyai 'ketumpatan' atau kematangan yang rendah dan akan terapung-apung dalam sistemnya yang tersendiri. Jika air itu disertakan dengan tenaga berlebihan, air itu akan berubah sifat menjadi wap air. Wap air juga tidak stabil dan tidak akan mampu membina arus yang kuat seperti yang dimiliki oleh cecair mahu pun pepejal. Itu merupakan analogi untuk orang berilmu yang terlampau bersemangat dalam melakukan sesuatu.

Sifat air dalam bentuk cecair ini sebenarnya menepati kehendak alam. Ilmu itu diibaratkan obor cahaya yang menerangi kegelapan kehidupan seseorang. Tanpa ilmu, atau dengan ilmu yang 'keras' - sekadar akademik semata-mata atau tidak membawa kepada Allah, atau ilmu yang 'diserta semangat dan tenaga melampau' - seperti wap air - akan menyebabkan kegagalan seseorang untuk mampu hidup dengan baik dalam alam ini.

Sesungguhnya kita semua yang bergelar muslim ini telah lama mempelajari pelbagai ilmu berkenaan agama kita yang suci ini. Setiap muslim paling kurang pasti akan mempunyai serba sedikit ilmu pengetahuan mengenai islam. Persoalannya, bagaimana dan ke manakah kita memandu ilmu pengetahuan kita ini? Adakah ilmu itu bagaikan obor cahaya besar yang menerangi alam atau adakah ilmu kita ini sekarang bagaikan cahaya lilin yang makin malap menunggu sisa-sisanya yang terakhir?

Bersambung...

Saturday, January 15, 2005

Cobram VI

Muslim II

Usai solat, kami dijemput oleh bilal ke rumahnya untuk makan tengah hari. Maka, kami pun bergerak ke rumahnya yang agak jauh juga dari masjid tadi. Imam Syeikh Yasin menjadi jurupandu kami dalam menjejaki rumah bilal tersebut.

Tika ini, pelbagai soalan menyerbu kalbuku. Siapakah mereka ini? Yang bertambah peliknya, mereka ini fasih berbahasa Arab walaupun sepatah kata pun, aku tak memahaminya =(

Kami dijamu dengan pelbagai makanan yang tidak pernah kusantap sebelum ini. Ada roti yang seakan-akan lempeng namun rasanya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Terlalu sedap. Manisan juga kami dihidangkan. Tatkala sahaja lidahku menyentuh manisan itu, dengan segera kesemua deria rasaku diaktifkan. Manisan itu, subhanallah...terlalu sangat-sangat sedap (to the power of infinity). Rasanya, my blood glucose is directly increased to the max and beyonds and lots of insulin is being released immediately. Walaupun aku hanya memakan sedikit manisan itu, namun aku memerlukan masa yang lama untuk menghabiskannya. Bukan apa, aku memerlukan masa supaya jumlah insulin cukup dibebaskan dari B-cell untuk mencernakan kuantiti glukosa yang terlalu banyak ini. Kalau aku makan lebih banyak lagi, my blood glucose will exceed the renal threshold and my chance of getting diabetes will be increased :(

Manisan itu aku hanya santap sedikit sahaja. Kemudian, aku mencuba sejenis kuih yang pernah kulihat di Melbourne. Rasanya ia dipanggil 'baclava'. Ia adalah makanan orang Somalia, kalau ingatanku masih utuh lagi. 'Baclava'...hanya budak Melbourne sahaja tahu akan tahap gulanya. Kalau manisan tadi sedap to the power of infinity....baclacva ini lebih dari itu...

Hampir sahaja aku hendak termuntah memakannya. Not that I don't like it but too much glucose I ate already. My body can't cope with further addition of sweet glucose. I think eating baclava is already exceed my max blood glucose level ;)

Memandangkan aku baru sahaja makan sedikit daripada juadah mereka, aku perlu makan lagi..nanti dia ingat kami bersangka buruk kepada mereka...lalu, aku pun meminta air kordial. Nasib baik air ini tidak semanis seperti manisan dan baclava tadi.

Sambil makan dan minum, Syeikh Yasin pun bertanya kepada kami mengenai latar belakang kami dan apa yang menyebabkan kami sampai ke Cobram. Setelah menjelaskan beberapa perkara mengenai latar belakang kami, kami pun bertanya kepada mereka.

Syeikh Yasin menjelaskan kepada kami bahawa mereka ialah sebuah komuniti penduduk Iraq yang kecil di Cobram. Ada lebih kurang 70 buah keluarga Muslim kesemuanya di situ. Mereka adalah penganut Syiah al-Jaafari. Terkejut daku mendengarnya! Lantas, kami pun menyelidiki dengan lebih terperinci akan mazhab mereka.

Syeikh Yasin menjelaskan bahawa berdasarkan pengetahuan dia, ada lima ajaran yakni mazhab yang dikira mengikut ajaran Islam yang sebenar. Syafie, Hanbali, Maliki, Hanafi dan mazhabnya, Al-Jaafari. Islam itu ada tiga, pertama ialah akidah, kedua syariah dan ketiga ialah tasawwur. Akidah ialah berkaitan kepercayaan kita terhadap Allah Subhanahuwa Taala dan syariah ialah berkenaan dengan undang-undang dan peraturan hidup. Termasuk dalam syariah ialah hudud, qisas, jinayat, muamalat dan munakahat. Tasawwur ialah berkaitan perkara yang mencantikkan agama Islam itu sendiri seperti akhlak.

Kita boleh berbeza dalam dua perkara yakni syariah dan tasawwur namun kita tidak boleh berbeza dalam perihal akidah. Barangsiapa yang berbeza dalam perihal akidah, maka dia akan sesat dan menjadi golongan kufar.

Syeikh Yasin menjelaskan mereka masih percaya kepada Allah yang Esa, dan masih mengikuti Al-Quran nan satu dan masih beriman dengan Nabi Muhammad. Mereka hanya berselawat kepada Saidina Ali dan keluarganya dalam doa dan selawat yang akan disertakan dengan selawat kepada Junjungan Besar Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wasalam. Syeikh Yasin juga berhujah dengan hadis yang sahih akan keberkatan berselawat kepada Rasulullah dan kaum keluarganya. Mereka tidak berselawat kepada Saidina Ali dalam solat dan hanya berselawat kepada Rasulullah dalam solat.

Sesungguhnya kita umat Islam sangat-sangat dituntuti berselawat kepada Rasullullah dalam setiap ketika dan keadaan. Maka, kami pun bersetuju dengan hujah Syeikh Yasin.

Syeikh Yasin juga menjelaskan perihal ibadat khusus yakni solat. Beliau menjelaskan dalam solat, terdapat pelbagai khilaf dalam cara menunaikan solat. Umpamanya ada imam mazhab menyatakan perlu menyapu air ke seluruh kepala tika berwudhu dan ada juga imam mazhab yang menyatakan hanya sebahagian kepala sahaja. Ada imam mazhab menyatakan perlu membaca Bismillah dengan kuat ketika solat dan ada yang menyatakan perlu senyap. Ada imam mazhab yang menyatakan makmum perlu meng-Amin-kan Fatihah dan ada imam mazhab yang berpendapat ia tidak perlu. Pelbagai contoh Syeikh Yasin ketampilkan kepada kami beserta dengan hadis sahih. Kami pun bersetuju dengan pendapatnya.

Cara mereka menunaikan solat cukup berlainan dengan mazhab syafie. Pertama, mereka tidak meletakkan tangan di atas pusat tatkala membaca al-Fatihah. Itu pun sebenarnya hanyalah perkara sunat dalam solat. Tidak berbuat sedemikian pun solat masih sah. Kedua mereka meletakkan seberkas tanah yang dikeraskan menyerupai arca bulat yang leper. Ia menyerupai silinder yang mengandungi tanah semata-mata. Tanah itu diambil daripada Karbala di Iraq sempena mengambil berkat daripada tempat Saidina Hussin, cucu Nabi yang dibunuh pada zaman dahulu. Mereka berpendapat solat tidak akan sah jika ada benda-benda sintetik yang menutupi dahi tatkala sujud. Untuk itu, mereka perlu membawa tanah ke mana-mana sahaja ketika mereka bersolat. Contoh benda-benda sintetik ialah permaidani, simen dan kayu. Untuk itu, mereka meletakkan bekas berisikan tanah itu di tempat sujud. Sesungguhnya dalam hal ini, ada khilaf di kalangan imam mazhab. Kami kekurangan ilmu dalam memahami akan perkara ini.

Berkenaan dengan solat Jumaat, Syeikh Yasin menjelaskan bahawa dia tidak membuat sebarang khutbah kerana takut jumlah makmum akan berkurangan kerna kebanyakan makmum bekerja. Dia juga menyatakan bahawa mereka menjamakkan solat zuhur dengan asar dan maghrib dan isyak berdasarkan beberapa hadis yang beliau sendiri kemukakan. Walaupun demikian, mereka hanya solat berjemaah pada waktu maghrib dan isyak dan bersolat bersendirian pada waktu yang lain. Satu-satunya waktu zuhur mahu pun asar yang mereka berjemaah ialah pada hari Jumaat. Sungguh berbeza sekali dengan apa yang kami fahami sebelum ini.

Aku merenung kembali rukun-rukun solat yang kupelajari sebelum ini. Berdasarkan apa yang mereka buat, solat mereka masih sah kerana kesemua 13 rukun solat telah mereka lakukan. Teringat aku akan usul 20 karya As-syahid Imam Hassan al-Banna, "Perselisihan pendapat dalam masalah cabang hukum fikah tidaklah menjadi sebab perpecahan dalam agama. Ia sepatutnya tidak menjadi sebab perbalahan dan permusuhan, kerana setiap orang yang berijtihad diganjari pahaia. Tidaklah dilarang melakukan penyelidikan (melalui perbincangan) dalam masalah khilafiah jika bertujuan mencapai hakikat, dengan syarat perbincangan itu hendaklah di atas dasar mahabbah dan kasih sayang kerana Allah, serta bekerjasama untuk mencari kebenaran dan hakikat dengan tidak membawa kepada pertengkaran yang tercela dan taasub."

Kata Hassan al-Banna lagi, "Kita tidak mengkafirkan seorang Muslim berdasarkan pendapat atau maksiat yang dilakukannya sedangkan beliau telah mengucap dua kalimah syahadah dan melakukan tuntutan syahadahnya iaitu dengan melakukan sesuatu yang telah difardukan kepadanya, kecualilah beliau berikrar dan mengakui kekufurannya, atau beliau mengingkari perkara yang diketahui secara pasti dalam agama, atau beliau mendustakan lafaz dan pengertian Al-Quran yang terang dan jelas, atau beliau menafsirkan Al-Quran dengan penafsiran yang tidak sesuai dengan aliran bahasa Arab atau beliau melakukan perbuatan yang tidak dapat ditafsirkan dengan tafsiran selain dari kekufuran."

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Hassan al-Banna, kami tidak menyatakan bahawa apa yang mereka lakukan itu salah dan kafir mahu pun sesat. Teringat aku akan satu lagi usul, "Seorang Islam yang ilmunya belum mencapai darjat nazar (boleh mengeluarkan hukum dan dalil) dalam hukum-hukum furuk (cabang), sayugialah beliau mengikut mana-mana imam. Di samping ikutannya itu adalah lebih baik jika beliau berusaha mencari dan mengetahui dalil-dalil imamnya. Ia hendaklah menerima tunjuk ajar yang disertakan dengan dalil sekiranya beliau yakin orang yang memberikan petunjuk itu benar dan mempunyai keahlian. Sekiranya beliau tergolong dalam golongan ahli ilmu sayugialah beliau meyempurnakan ilmunya hingga mencapai peringkat nazar." Sesungguhnya ilmu kami hanyalah sedikit, maka kami harus berpegang kepada mazhab Syafie sehinggalah kami tahu akan hujah Imam Syafie dalam setiap perkara.

Berguna betul apa yang aku pelajari selama ini daripada Usul 20 karya Imam Hassan al-Banna. Sesungguhnya Islam itu mudah namun kita sendiri tidak boleh menyesuaikan Islam dengan kehendak nafsu kita. Kita harus menyesuaikan diri kita dengan setiap ajaran Islam itu sendiri.

bersambung...



Thursday, January 13, 2005

Cobram V

Khemah III

Awan masih lagi gelap dan bunyi angin masih lagi berdesir...
Dedaunan yang kering mula menyelimuti tanah yang lecak...
Kami sudah mula buntu fikiran...

Kalau hendak dialihkan khemah, masa tidak menyebelahi kami. Hujan makin lama makin lebat. Angin makin lama makin kuat bertiup.

Akhirnya, kami memutuskan untuk membuat suatu perkara yang langsung tidak pernah terlintas di dalam fikiranku. Keputusan kami ialah untuk membina suatu terusan kecil yang akan membawa air yang bertakung ke tempat yang lebih rendah.

Time is running out and we need to act fast...

Kesemua daripada kami mencari apa sahaja yang boleh digunakan untuk mengorek tanah yang lecak. Batu, tukul, kayu mahu pun ranting dahan...kesemuanya kami gunakan untuk mengorek tanah.

Ada yang membina lakaran ringkas di atas tanah bagi memastikan kami membina dengan tepat dan cepat. Ada yang mengorek di bahagian hujung terusan, ada yang di tengah dan ada yang di permulaan terusan. Pendek kata, setiap bahagian terusan itu ada orang yang tengah membinanya.

Pada mulanya, aku mengorek tanah dengan kayu. Kemudian, apabila terlalu banyak tanah melekat pada kayu, aku campakkan kayu tu jauh-jauh. Seterusnya, tanganku yang mulanya bersih aku kotorkan dengan tanah yang lecak. Sedikit demi sedikit, tanganku mengorek tanah dan terusan itu makin lama makin siap. Bahagian demi bahagian terusan itu mula bersambung.

Air yang bertakung di khemah kami mula mengalir ke dalam terusan. Pada mulanya, air mengalir dengan deras namun kemudiannya ia berhenti di tengah-tengah terusan. Oh! Rupanya terusan kami masih belum sempurna lagi. Kami harus mendalamkan terusan ini lagi. Bahagian tengah terusan lebih dalam daripada bahagian hujung terusan.

Kami bersegera membetulkan kedalaman terusan kami. Akhirnya, air berjaya mengalir hingga ke hujung terusan. Lopak-lopak air di sekeliling khemah kami mula surut.

Aku berpaling melihat 'pakcik tayar'. Oh! Kasihan dia! Habis basah kuyup dia dilimpahi air hujan yang beku. Terkial-kial dia membetulkan kanvasnya untuk memastikan tempat tidurnya tidak lagi disirami hujan yang makin lama makin lebat. Setelah bertungkus-lumus membetul di sana-sini, akhirnya kanvas dia dapat menutupi hampir kesemua tempat tidur dia. Cuma, kakinya yang tidak berstokin sahaja terdedah kepada angin dingin yang lalu. Tidak dapat kugambarkan kesejukan dan kesunyian yang dia alami.

Alhamdulillah, akhirnya khemah kami tidak lagi dibanjiri air. Syukur kepada hadrat Illahi, kami semua bolehlah tidur nyenyak pada malam itu.

Muslim I

Ada suatu ketika, hari itu hari Jumaat. Kami berhajat ingin mencari komuniti Muslim agar kami dapat mengerjakan solat Jumaat berjemaah. Maka, kami pergilah ke Cobram dengan matlamat mencari komuniti Muslim di sana.

Setelah puas bertanya dan mencari, akhirnya kami berjumpa juga dengan sebuah masjid kecil di ceruk bandar Cobram. Kami dijemput masuk oleh imam di situ yang namanya Syeikh Yasin. Sementelah kami masuk, ramai orang Muslim tempatan mula kelihatan di masjid itu. Rupanya, waktu Zuhur sudah masuk dan dalam beberapa ketika lagi, solat Jumaat akan dilangsungkan.

Maka, kami pun berwudhu' lalu duduk di saf hadapan. Azan pun dilaungkan.

Pada mulanya, bilal melaungkan Allahu Akbar, kemudian selawat, kemudian....selawat kepada saidina Ali...terkejut daku mendengarnya...dalam hati, sudah timbul was-was

selepas Haiya solah dan haiya falah, bilal melaungkan kalimat yang kurang kufahami...bertambah-tambah lagi aku rasa syak, betul ker orang ni Muslim? hmm...

yang seterusnya, adalah kalimah yang biasa.

Kemudian, selepas sahaja azan dilaungkan, imam terus mengangkat takbir. Eh! takder khutbah ker? Kami berpaling sesama sendiri...lantas, seorang kawan kami kata ikut dahulu kemudian tanya.

Maka, kami pun mengangkat takbir dengan niat solat Jumaat makmum dua rakaat. Imam pun membaca al-fatihah dan kemudiannya beberapa ayat dari al-Quran. Kemudian imam ruku', maka kami pun ruku'.

Tetiba sahaja, imam membaca selawat dengan kuat di mana sepatutnya dibaca tasbih dengan senyap. Sebaik sahaja imam membaca selawat dengan kuat dalam keadaan ruku', makmum yang lain pun membaca selawat dengan kuat juga. "Eh! Betul ker apa yang aku dengar nih?"

kemudian, imam iktidal. Imam sekali lagi membaca selawat dengan kuat sambil diikuti oleh makmum.

Kemudian, imam pun sujud dan sekali lagi membaca selawat dengan kuat. Duduk di antara dua sujud dan kemudiannya sujud semula.

Untuk rakaat kedua, perkara sama berulang. Hatiku sudah mula syak. Aku bersangka baik, mungkin ini salah satu golongan daripada Ahli Sunnah Wal Jamaah yang aku belum jumpai lagi kot.

Setelah sujud kedua, imam terus bangun dan mengerjakan rakaat yang ketiga. "Eh! Bukan dua rakaat ker solat Jumaat?"

Kemudian, imam terus buat sampai rakaat keempat. Terpaksalah tukar niat kepada solat zohor empat rakaat.

Kemudian selesai sahaja menunaikan empat rakaat, imam terus bangun dan mengangkat takbir. Bila nak khutbah ni yer?

Kami pun mengikuti imam. Kami ikut imam sampai rakaat keempat. Sebaik sahaja imam selesai menunaikannya, imam pun berdoa dengan kuat dalam bahasa Arab yang sebutir pun aku tak faham. Ni lah padahnya tak belajar bahasa Arab...aku mengutuk diriku sendiri..

Kami saling berpandangan di antara satu sama lain. Betul kah apa yang telah berlaku ini? Betulkah kami telah mengerjakan dua solat empat rakaat yang sepatutnya hanya solat dua rakaat sahaja? Bila pula imam ini akan melangsungkan khutbah Jumaat?

Persoalan terbesar yang membelenggu hati kami ialah, ni mazhab mana? Ker ni ajaran sesat di bumi OZ? Sah ker solat kami tadi?

bersambung...

Wednesday, January 12, 2005

Cobram IV

Khemah II


Kami membina 3 khemah di tengah-tengah ladang dan dalam tempoh perkhemahan ini, aku dapat merasai pelbagai perkara.

Pertamanya, cuaca ketika kami bekerja memetik ceri ketika itu amatlah luar biasa. Ribut taufan diselangi guruh halilintar seringkali mengisi halwa telingaku. Kujangka musim panas sinar mentari yang terik, namun aku silap. Musim panas ketika itu seakan-akan musim bunga. Suhunya cukup sejuk dan dingin. Hujan yang turun hampir setiap hari jelas menambahkan 'kesusahan' kami bekerja.

Kami hanya membawa 3 khemah namun kami langsung tidak membawa walau satu pun pancang. Pancang ni ialah besi panjang yang digunakan untuk memastikan agar khemah tidak terbang ditiup angin. Pancang ni dipakukan ke dalam tanah namun kami tidak mempunyai walau pun satu.

Ada suatu ketika itu, hujan lebat waktu tengah hari setelah kami habis bekerja. Nasib baiklah kami telah solat zuhur berjemaah sebelum itu. Waktu ketika itu 3 petang. Kulihat awan gelap menghiasi ufuk langit. Angin sejuk nan kencang mula menyapaku.

Tidak lama selepas itu, setitis demi setitis air hujan mula turun. Kami segera berlindung di dalam khemah. Hujan makin lebat. Angin makin laju dan bunyi angin mula menggerunkan. Khemah yang kududuki di dalamnya mula bergoncang. Kami terpaksa berbaring di penjuru khemah lantaran pancang tidak dipacakkan di sekeliling khemah. Dari satu detik ke detik yang lain, khemahku hampir terangkat ditiup angin. Kami sudah hampir berputus asa. Angin yang deras nan beku mula memasuki khemah. Ikatan tali pada tiang khemah hampir mula longgar. Air hujan yang basah mula memasuki ke dalam khemahku. Nasib baiklah bahagian bawah khemah kalis air.

Selama beberapa jam kami terperuk di dalam khemah menunggu hujan kembali reda. Cahaya halilintar dan guruh dapat kulihat. Hujan nan sejuk menyebabkan aku berselimut di dalam 'sleeping bag'. Suhu yang sejuk dan angin yang memasuki khemah menyebabkan aku mula mengantuk.

Letih memetik ceri mula merasuki minda kami. Tanpa kami sedar, mata kami mula terkatup dan minda kami dengan perlahan-lahan melayari alam mimpi. Kami kesemuanya tertidur berlatarbelakangkan bunyi hujan dan halilintar.

Beberapa jam kemudian, aku terjaga. Kawanku yang lain juga terjaga. Kakiku berasa basah. Aku bangun dan aku memeriksa 'sleeping bag' ku. Ah! Tidak! Khemah yang kusangka kalis air dimasuki air. Habis kami kesemuanya dibasahi air hujan. Kuangkatkan sleeping bag dan kulihat air mula memasuki dengan perlahan-lahan ke dalam khemah.

Hujan sudah mula berhenti. Hanya hujan renyai-renyai sahaja ketika itu. Aku pergi ke luar untuk melihat keadaan sekeliling.

Alangkah terkejutnya aku. Kawasan yang dahulunya tanah sudah tiada lagi. Hanya lopak air bergenang di sekeliling khemah kami. Kulihat khemah orang lain. Khemah mereka hanya dibasahi air hujan namun khemah kami dikelilingi lopak air dan air itu mula membasahi segala apa yang ada di dalam khemah. Walaupun bahagian bawah khemah kalis air, namun air yang banyak bertakung di bawah khemah telah berjaya menembusinya.

Kami terpaku buat seketika. Apa yang harus kami lakukan? Apa yang harus kami buat untuk menyelesaikan masalah ini? Patutkah kami alihkan khemah dalam suasana hujan renyai-renyai ini...Awan masih lagi gelap dan bunyi angin masih lagi berdesir...

Bersambung...

Cobram III

Cherry II

Jika anda memikirkan kerja sebagai 'fruit picker' ini terlalu susah dan letih berdasarkan apa yang aku telah tulis setakat ini, tunggulah sehingga aku menulis hingga ke post terakhir mengenai pekerjaanku ini ;) . Ada banyak perkara yang menarik yang dapat kupelajari dari pekerjaanku ini.

Dalam post aku yang terdahulu, aku pernah menyatakan mengenai lalat Cobram. Ingin sekali lagi aku menegaskan lalat Cobram sangat ganas dan aktif. Tatkala aku memetik strawberi mahu pun ceri, lalat pasti akan menghantui aku. Kekadang tu, tangan nak memetik ceri tapi kebiasaannya tanganku akan menepis lalat terlebih dahulu. Kekerapan tanganku menepis lalat yang tidak berperike-lalat-an menyebabkan prestasi aku dalam mengutip ceri menjadi perlahan.

Oh yer, lupa nak tulis....kalau kerja memetik ceri, kami bekerja dari pukul 6 pagi hingga 12 tengah hari, di ladang ceri ini kami bekerja dari pukul 6 pagi hingga 2.30 petang. Buah ceri tidak mudah rosak seperti buah strawberi tatkala mentari mula bersinar terik di atas kepalaku.

Di dalam kesibukan aku bekerja memetik ceri dan strawberi, aku dapat mempelajari dua istilah atau slang Oz. 'smoko' dan 'knockoff'. Yang pertama bererti rehat selama 10 - 15 minit dan yang kedua, sebutannya seakan-akan 'no-kov' bermaksud berhenti kerja untuk hari itu. Sebutan yang paling kami tidak suka ialah 'knock-off'. Cubalah bayangkan tengah-tengah bersemangat nak bekerja, tetiba datanglah tuan ladang ceri kata 'knock-off' dan aku terpaksa berhenti dari terus bekerja. Memang sebutan 'no-kov' ni betul-betul mematahkan semangatku hendak bekerja dengan bersungguh-sungguh. 'Knock-off', suatu sebutan yang masih tergiang-giang lagi di dalam mindaku sampai ke saat aku menulis post ini. Suatu sebutan yang pasti tidak akan kulupakan sepanjang hayat.

Khemah I

Sepanjang kami berada di Cobram, kami tinggal di dalam khemah. Kami mendirikan 3 khemah kesemuanya, dua untuk tempat tidur dan satu lagi untuk kami letakkan segala barang makanan. Tempat perkhemahan kami sebenarnya berada di tengah-tengah ladang ceri dan kami hanya membayar sebanyak 3 dollar per person per week. Kemudahan yang disediakan agak lengkap juga. Tandas, dapur, peti sejuk dan televisyen disediakan oleh tuan ladang yang menjadi kemudahan bersama dengan pekerja-pekerja ladang lain. Kebanyakan pekerja di situ hampir kesemuanya adalah pemetik ceri yang berpengalaman.

Sepanjang perkhemahan kami di situ, pelbagai perkara pahit mahu pun manis aku alami. Pada hari pertama kami mendirikan khemah, kami diberikan amaran oleh seorang pakcik supaya tidak membuat bising selepas pukul 7 malam. Cubalah bayangkan Maghrib masa tu masuk sekitar 8.30 malam. Terpaksalah kami berhati-hati dalam bergerak sekitar khemah kerna dia tinggal di sebelah khemah kami.

Nama pakcik tu kami ketahui kemudiannya ialah Nicky namun kami suka menggelarkan dia dengan nama 'pakcik tayar'. 'Pakcik tayar' ni tidur seawal pukul 7 malam dan bangun untuk bekerja pukul 5.30 pagi.

Kenapa yer nama pakcik tu 'pakcik tayar'? Bukan sesuka hati kami nak panggil dia 'pakcik tayar' tapi ada sebabnya.

'Pakcik tayar' ni memang seorang yang pelik. Pada mulanya, kami ingat dia ada penyakit mental kerana cara percakapan dia agak pelik dan sukar difahami. Takut juga kalau-kalau kami buat bising malam-malam buta nanti dia bakar khemah. Yer lah, kalau orang sakit mental ni lebih baik jauhkan diri. Malah, orang Oz lain pun tak bercakap dengan dia. Di akhir-akhir perkhemahan kami, barulah aku ketahui dia sebenarnya seorang askar Navy yang telah bersara dan telah beberapa tahun melakukan pelbagai kerja untuk menyara diri. Usianya sekitar 40 an.

Berbalik semula kepada persoalan akan gelarannya. 'Pakcik tayar' ni merupakan seorang yang cukup menakjubkan dan tidak pernah aku jumpa akan orang sepertinya sepanjang aku hidup 21 tahun di bumi Allah yang luas ini. Dia tidak membawa sebarang peralatan perkhemahan untuk menginap di situ. Dia juga tidak mendirikan sebarang khemah untuk dia tidur pada waktu malam.

Tempat tidurnya cukup unik dan menginsafkan kami kesemuanya. Dia hanya tidur berbantalkan 'spare tyre' kereta miliknya. Dia tidur beralaskan papan yang diletakkan di antara dua tong besar. Dia hanya tidur berselimutkan bajunya yang usang sementara kakinya langsung tidak berstokin. Jika hujan, hanya sepasang kanvas kecil yang menutupi dirinya yang kesejukan. Jika angin bertiup kencang, hanya kekuatan semangatnya sahaja yang menemaninya. Tatkala lalat menghurungi dia tatkala dia tidur, hanya tidur yang nyenyak kami dapat lihat. Tidak langsung dia endahkan serangan lalat yang bertubi-tubi itu.

Tidak jauh dari tempat tidur 'pakcik tayar' ini, ada seorang lagi pakcik yang juga unik lagi pelik. Namanya kami tidak ketahui namun sikapnya cukuplah bertentangan dengan 'pakcik tayar'. Jika 'pakcik tayar' ini cukup 'zuhud dan bermujahadah', pakcik seorang ni seakan langit dan bumi. Bayangkan dia datang dengan jip pacuan empat roda dan mendirikan khemah. Khemah yang didirikannya bukan untuk dia tidur, namun dia meletakkan peti sejuk yang dibawanya sendiri di dalam khemah. Malah, dia sanggup menghubungkan peti sejuknya dengan 'power point' yang jauh letaknya demi memastikan peti sejuknya berfungsi. Kalaulah berlaku litar pintas, nescaya semua orang yang berkhemah situ sudah menemui ajalnya. Pakcik ni tidak sanggup meninggalkan dunianya walaupun di tempat perkhemahan. Suatu pengajaran buat diriku ini. Pakcik ni juga sering ketawa ketika bersendirian. Ketika dia mandi, ketika dia makan, ketika dia tidur, dia akan ketawa tanpa berhenti-henti.

Memang hidup kami mencabar sekali dengan adanya dua pakcik yang terus kami cop pesakit mental. Kalau kami ingin bercakap dengan mereka pun, terpaksa bercakap dengan berhati-hati. Manalah tahu percakapan kami mengguriskan hati mereka, kalau tidak nescaya hilanglah khemah dan kereta yang kami bawa dari Melbourne.

Bersambung...


Monday, January 10, 2005

Cobram II

CHERRY I

Setelah mengutip pengalaman daripada ladang strawberi, kami beralih kepada kerja mengutip ceri pula. Sebelum tu, lupa nak cakap...kami berkhemah di ladang ceri yang cukuplah besar kalau nak dibandingkan dengan ladang strawberi sebelum ini.

Strawberi vs ceri? Erm, rasanya ceri lagi best dan lagi senang....

Pertama, pokok ceri cukuplah tinggi sampaikan kalau nak petik ceri tu, kena panjat tangga sampai ke hujung. Itu pun belum tentu dapat capai buah ceri..Satu lagi kelebihan pokok ceri yang tinggi ni ialah dapatlah aku berteduh di bawah naungan pokok ceri. Kalau pokok strawberi, langusng tiada bayang untukku berteduh. Kerna bekerja memetik strawberi, habis sudah kulitku menjadi sedikit gelap akibat pendedahan terhadap cahaya suria selama beberapa jam.

Kedua, buah ceri ni dipetik sekali dengan tangkainya dan yang best lagi, tak perlu pilih-pilih buah lagi. Boleh petik semua buah ceri yang boleh dicapai...

Di ladang ceri, kami juga dibayar menggunakan piece-rate di mana satu tray penuh dibayar 11 dollar. Namun tray ceri di ladang ni jauh lebih besar dan berat daripada strawberi. Satu tray dianggarkan beratnya di antara 18-20 kg. Untuk memetik ceri, kami diberi 'bucket' yang mana kami ikatkan di pinggang supaya senang kami meletakkan ceri yang dipetik di dalam 'bucket'. Bucket yang berisi ceri kemudiannya kami pindahkan ke dalam tray. Walaupun pada mulanya nampak macam leceh nak mengalihkan ceri dari bucket ke tray, namun sebenarnya 'bucket' itu mempercepatkan kerja kami. Kalau bucket tu diisi penuh dengan ceri, berat bucket tu boleh mencecah di antara 5-6 kg.

Maknanya, untuk memenuhkan satu tray, kami memerlukan 3-4 bucket penuh. Pada hari pertama, aku dapat memetik dengan senang tanpa ada rasa letih cuma kesan sakit dari memetik strawberi masih lagi terasa. Menjelang hari ketiga dan keempat, aku sudah mula merasai kesan daripada memetik ceri. Sakit belakang mula kurasai. Sakit belakang ini berpunca daripada tindakanku untuk memenuhkan 'bucket' supaya cepat tray penuh. Sakit belakangku juga bertambah pedih dengan gabungan daripada sakit belakang memetik strawberi. Akhirnya, kami semua berasa letih yang sama seperti memetik strawberi.

Merenung kembali sakit belakang yang kualami akibat memenuhkan bucket seberat 5-6 kg, aku mula terfikirkan suatu perkara. Kalau 'bucket' yang seberat 5-6 kg ini pun kami tak dapat tanggung malah kami terpaksa mengalihkan ceri ke dalam tray secepat mungkin, bagaimanalah agaknya sakit belakang yang dialami oleh kaum wanita yang mengandung selama 9 bulan? Paling lama aku dapat bertahan dengan muatan 5-6 kg di pinggang ialah selama 15 minit, namun untuk 9 bulan, wallahuallam. Jika kami dengan senang boleh mengalihkan buah ceri bila terasa sakit belakang, ibu yang mengandung terpaksa menunggu selama 9 bulan...

وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

"Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan, dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibubapam; dan, kepada Aku jualah tempat kembali"
(Luqman : 14)

Sesungguhnya setiap apa yang kita lakukan di dunia ini ada hikmahnya yang tersirat dan tersurat. Yang penting ialah untuk kita mengingati semula akan destinasi kita yang terakhir, dunia akhirat yang kekal abadi. Aku harus mempersiapkan diriku dalam menuju ke destinasi ini.

Bersambung...